Tanggamus —Lembaga Pengawasan Kebijakan Nasional Republik Indonesia (LPKN RI) Projamin menyoroti ketertutupan informasi publik oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Tanggamus terkait data 57 desa penerima insentif Dana Desa dari Kementerian Keuangan RI.
Ketua LPKN RI Projamin, Helmi, mengungkapkan kekecewaannya karena dari total 57 desa penerima insentif, PMD hanya menyerahkan 13 data desa, sementara sisanya tidak diberikan dengan alasan “masih tertumpuk di berkas”.
“Kami sudah menyurati secara resmi, dijanjikan semua data akan dibuka. Tapi hingga kini baru 13 yang diberikan. Ini jelas bentuk penghalangan keterbukaan informasi publik yang dijamin undang-undang,” ujar Helmi kepada Bewara Media, Jumat (24/10/2025).
LPKN RI Projamin telah mengajukan surat keberatan resmi dan berencana melanjutkan sengketa informasi ke Komisi Informasi Provinsi Lampung.
Langkah ini diambil mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik menyediakan dan mengumumkan informasi secara berkala.
Helmi menegaskan, tindakan PMD Tanggamus yang menunda pemberian data berpotensi melanggar Pasal 52 UU KIP, yang mengatur sanksi pidana bagi pejabat publik yang sengaja menutupi informasi publik.
Dugaan Penyimpangan Dana Desa
Selain masalah keterbukaan informasi, LPKN RI Projamin juga menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan anggaran Dana Desa di sejumlah wilayah.
“Ada tiga desa yang kami temukan tidak merealisasikan anggaran alias nol realisasi. Bahkan beberapa LKPJ menampilkan angka yang identik dan tidak sesuai fakta di lapangan. Ini patut diduga ada mark up dan laporan fiktif,” beber Helmi.
Dugaan tersebut mengacu pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menjerat penyalahgunaan wewenang dengan ancaman penjara hingga 20 tahun.
LPKN RI Projamin juga menyoroti lemahnya peran Camat, Pendamping Desa, Inspektorat Kabupaten, dan Dinas PMD yang seharusnya melakukan verifikasi dan pengawasan atas penggunaan dana.
“Kalau ada nol realisasi atau mark up, ini bukan hanya kesalahan kepala desa. Semua pihak yang terlibat pengawasan harus ikut bertanggung jawab,” tegasnya.
Langkah Hukum Ganda
Helmi memastikan pihaknya akan menempuh dua jalur hukum:
- Sengketa Informasi Publik di Komisi Informasi Provinsi Lampung, untuk mendesak keterbukaan data 57 desa penerima insentif.
- Pelaporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi ke KPK, jika terbukti ada penyimpangan dan penyalahgunaan anggaran.
“Kami tidak akan berhenti sampai semua data dibuka dan kejanggalan terurai. Transparansi adalah hak publik, dan kami akan menegakkannya,” tegas Helmi menutup.







Komentar