Ekonomi Hukum

KPK Temukan Potensi Fraud dan Moral Hazard dalam Penyaluran Kredit di Bank Pembangunan Daerah BPD

KPK Res
Kantor KPK RI Jakarta Selatan

Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui hasil Kajian Potensi Korupsi dalam Penyaluran Kredit dan Penanganan Kredit Bermasalah pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Tahun 2024 mengungkap adanya berbagai praktik fraud dan moral hazard yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara hingga miliaran rupiah.

Sebagai lembaga keuangan milik pemerintah daerah, BPD memiliki mandat strategis sebagai agent of development untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui penyaluran kredit produktif. Namun, KPK menemukan adanya sejumlah penyimpangan dalam proses pemberian dan pengelolaan kredit yang menunjukkan lemahnya tata kelola, pengawasan, dan integritas sistem keuangan di sejumlah BPD.

Bentuk Fraud yang Ditemukan

Berdasarkan hasil kajian, terdapat beberapa pola pelanggaran dan potensi korupsi yang kerap terjadi dalam penyaluran kredit di lingkungan BPD, antara lain:

Cahaya di Ujung Negeri: Energi Berkeadilan dan Teknologi SuperSUN PLN untuk Rakyat 3T

1. Rekayasa dokumen kredit – manipulasi data dan dokumen debitur agar memenuhi persyaratan pinjaman.

2. Kolusi pejabat bank dan debitur – kerja sama tidak sah untuk meloloskan kredit tanpa analisis kelayakan yang memadai.

3. Penyalahgunaan kewenangan – penyaluran kredit atas dasar intervensi politik atau hubungan pribadi.

Dana Kas Daerah Mengendap di Bank, Pemda Dinilai Kurang Efisien Kelola Likuiditas

4. Kredit fiktif atau tanpa agunan nyata – pencairan dana untuk debitur atau proyek yang tidak ada.

5. Manipulasi restrukturisasi kredit – perubahan status kredit macet menjadi lancar untuk menutupi rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL).

Kasus Moral Hazard Kredit Multi Guna (KMG)

KPK juga menyoroti adanya moral hazard dalam pembayaran Kredit Multi Guna (KMG) dengan total nilai mencapai Rp20,867 miliar.

Kredit tersebut berstatus macet akibat tidak terpenuhinya kewajiban pelunasan oleh anggota legislatif provinsi periode 2015–2019 dan 2019–2024 yang menjadi debitur, khususnya setelah terjadi Pergantian Antar Waktu (PAW).

SuperSUN PLN, Solusi Energi Bersih dan Hemat untuk Rumah dan Usaha

KPK mendapati bahwa BPD tidak melakukan langkah penagihan secara optimal kepada para debitur tersebut. Kondisi ini diduga terjadi karena para anggota legislatif provinsi merupakan pemegang saham pengendali BPD, sehingga menimbulkan konflik kepentingan yang menghambat fungsi pengawasan dan penegakan kebijakan kredit.

“Temuan ini menggambarkan adanya konflik kepentingan antara peran BPD sebagai lembaga bisnis dengan pengaruh politik pemilik saham. Hal tersebut menjadi potensi moral hazard yang dapat merugikan keuangan daerah dan menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan daerah,” ujar Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK.

Langkah Evaluasi dan Pencegahan KPK

Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian tersebut, KPK mendorong langkah-langkah strategis untuk memperkuat tata kelola dan integritas BPD, antara lain:

1. Evaluasi menyeluruh tata kelola BPD bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Dalam Negeri.

2. Penyusunan panduan dan sistem deteksi dini anti-fraud melalui penerapan Fraud Control Plan di seluruh BPD.

3. Integrasi data kredit antar lembaga keuangan untuk mencegah kredit ganda atau fiktif.

4. Penguatan Whistleblowing System (WBS) guna mendorong pelaporan pelanggaran secara aman.

5. Koordinasi dan supervisi penegakan hukum terhadap kasus kredit bermasalah yang berindikasi korupsi.

KPK menegaskan bahwa penguatan sistem tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan BPD menjadi kunci agar lembaga ini benar-benar berfungsi sebagai motor pembangunan daerah, bukan menjadi sumber kebocoran keuangan negara.

KPK juga mengimbau kepada pemerintah daerah selaku pemegang saham pengendali BPD agar tidak melakukan intervensi politik dalam operasional dan kebijakan penyaluran kredit.

“Integritas BPD harus dijaga. Prinsip good governance dan prudential banking wajib ditegakkan agar BPD tetap menjadi pilar utama pembangunan ekonomi daerah yang bersih, transparan, dan berdaya saing,” tegas KPK dalam pernyataannya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×