Bandar Lampung — Oktober 2025. Pembangunan Rumah Sakit Pendidikan dan Terpadu (RSPTN) Universitas Lampung kembali menjadi sorotan publik. Proyek yang dibiayai melalui pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) dan dikoordinasikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini disebut-sebut sebagai tonggak transformasi layanan pendidikan kedokteran di Lampung. Namun, hasil penelusuran redaksi IMO Lampung menemukan sejumlah catatan serius yang berpotensi menjadikan proyek ini masuk kategori “investment trap” atau jebakan investasi.
Progres Lambat dan Potensi Keterlambatan
Berdasarkan data terakhir yang diperoleh dari sumber internal proyek, progres fisik pembangunan RSPTN Unila baru mencapai sekitar 74 persen hingga Oktober 2025.
Sementara target penyelesaian proyek ditetapkan pada Maret 2026 — hanya tersisa lima bulan dari sekarang.
Hasil simulasi teknis yang dilakukan IMO Lampung menunjukkan bahwa dengan laju pembangunan saat ini, proyek baru akan rampung sekitar Juni 2026, atau terlambat tiga bulan dari target rencana.
Artinya, untuk mengejar target waktu, pelaksana proyek harus melakukan percepatan hingga dua kali lipat dari ritme kerja sebelumnya.
“Jika percepatan tidak dilakukan mulai November ini, maka secara realistis RSPTN Unila sulit selesai tepat waktu. Semakin lama tertunda, semakin tinggi pula risiko pembengkakan biaya dan bunga pinjaman,” ungkap analis kebijakan publik IMO Lampung.
Skema Pinjaman ADB dan Risiko Fiskal
Pembangunan RSPTN Unila bukan proyek hibah, melainkan proyek berbasis pinjaman (loan-based project) yang dibiayai ADB dan dikembalikan melalui APBN.
Artinya, seluruh biaya konstruksi, pengadaan alat kesehatan, hingga konsultan proyek harus dibayar oleh negara dalam jangka panjang.
Di atas kertas, skema ADB memang transparan dan memiliki standar ketat. Namun, jika proyek mengalami keterlambatan atau tidak segera beroperasi penuh, maka Indonesia akan tetap menanggung cicilan pinjaman tanpa manfaat langsung.
Kondisi ini dikenal sebagai investment trap — ketika proyek publik menghasilkan beban fiskal lebih besar dari nilai manfaatnya.
Seorang pakar kebijakan publik menilai, “Investment trap bukan karena pinjaman ADB-nya, tapi karena tata kelola proyek yang tidak disiplin. Kalau proyek selesai tapi tidak segera operasional, itu sama saja negara membayar utang untuk aset yang belum produktif.”
Minimnya Transparansi Informasi Publik
IMO Lampung sebelumnya telah melayangkan permohonan informasi publik kepada Universitas Lampung terkait detail progres dan pendanaan proyek RSPTN.
Namun, dalam surat balasan bernomor 13177/UN26/PPID/2025, pihak Unila menyatakan bahwa informasi tersebut belum dapat diberikan karena proyek masih dalam proses pengerjaan.
Sikap ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik menyampaikan perkembangan proyek strategis secara berkala.
“Informasi pembangunan dan penggunaan dana publik bukan rahasia negara. Justru keterbukaan akan memperkuat kepercayaan masyarakat,” tegas Ketua IMO Lampung Agung.
Risiko “Aset Tidur” Pasca Pembangunan
Salah satu kekhawatiran utama dari pengawasan publik adalah risiko operasional pasca pembangunan.
Sejumlah proyek serupa di Indonesia diketahui mengalami kendala setelah fisik gedung selesai — dari belum tersedianya SDM medis, izin operasional yang tertunda, hingga peralatan medis yang belum siap pakai.
Jika hal tersebut terjadi pada RSPTN Unila, maka rumah sakit ini berpotensi menjadi aset tidur yang memakan biaya besar namun tidak segera memberikan layanan kepada masyarakat.
IMO Lampung Akan Ajukan Keberatan Resmi
Menindaklanjuti penolakan informasi publik, IMO Lampung akan mengajukan surat keberatan resmi kepada Rektor Unila dan melibatkan Komisi Informasi Provinsi Lampung.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan hak masyarakat atas informasi tetap terjaga, dan proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri dapat diawasi secara terbuka.
“Kami tidak mencari sensasi. Kami hanya ingin memastikan dana publik dan pinjaman negara digunakan dengan benar, tepat waktu, dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat Lampung,” tutup Ketua IMO Lampung Agung.
IMO Lampung akan terus memantau perkembangan proyek RSPTN Unila dan akan mempublikasikan hasil audit progres serta penggunaan dana jika dokumen resmi telah dibuka.
Transparansi bukan pilihan, melainkan kewajiban hukum dan moral bagi setiap lembaga yang menggunakan dana publik.







Komentar