Pemerintah

Indeks Kesejahteraan Sosial Bukan Sekadar Alat Ukur, tapi Penentu Kebijakan yang Inklusif

IMG 20250522 055918

Jakarta (21 Mei 2025) – Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) punya segudang manfaat. Tak hanya jadi acuan penyaluran bansos dan program-program pemberdayaan, data tunggal ini juga menyajikan data Indeks Kesejahteraan Sosial.

Tenaga Ahli Menteri Sosial Bidang Perencanaan dan Evaluasi Kebijakan Strategis Kementerian Sosial, Andy Kurniawan, menyatakan Indeks Kesejahteraan Sosial disusun berdasarkan pertimbangan parametrik, metodologis hingga statistik yang dapat dipertanggungjawabkan.

Saat ini, variabel data yang akan diolah ke dalam Indeks Kesejahteraan Sosial, sebanyak 60 persen akan diambil dari data sekunder Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

“Maka tidak perlu daerah yang hitung sendiri, akan ada automasi Indeks Kesejahteraan Sosial, sumber data bisa dipertanggungjawabkan dari Badan Pusat Statistik,” katanya dalam acara Diseminasi Indeks Kesejahteraan Sosial di Gedung Cawang Kencana Kemensos, Jakarta, Rabu (21/5/2025).

Dana Bankeu Desa Cigemblong Disorot, Sekdes Akui Ada Anggaran Belum Terserap

Indeks Kesejahteraan Sosial digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan sosial suatu wilayah atau kelompok masyarakat, dengan mempertimbangkan aspek kesejahteraan sosial objektif dan subyektif untuk memberikan gambaran komprehensif tentang kualitas hidup masyarakat. Di sisi lain, Indeks Kesejahteraan Sosial juga berfungsi sebagai panduan dalam merumuskan arah kebijakan.

Andy Kurniawan menjelaskan, variabel Indeks Kesejahteraan Sosial seharusnya tak hanya diukur terbatas dari kebutuhan dasar seperti makan. Menurutnya, kesejahteraan juga perlu diukur dari akses seseorang terhadap pendidikan hingga kesehatan.

“Indeks Kesejahteraan Sosial bisa melengkapi karena pendekatannya bukan hanya basic needs tapi environment approach,” katanya.

Proses Penyusunan Anggaran dan Relevansinya dengan Kebijakan Fiskal di Indonesia Saat Ini

Ia menegaskan kesejahteraan tidak lagi didapatkan dari ukuran individu tapi bagaimana diterimanya seseorang di lingkungannya. Ia memberikan contoh kesejahteraan pada penyandang disabilitas.

“Treatment kita selama ini untuk penyandang disabilitas hanya untuk bagaimana mereka bisa mendapatkan layanan, diakui dan sebagainya. Tapi kita tidak pernah mengukur bagaimana lingkungan itu menerima disabilitas,” katanya.

Ia menyebutkan penyelenggaraan kesejahteraan sosial memiliki tiga aspek utama. Pertama, surviving, yaitu memastikan orang bisa bertahan hidup lewat pangan hingga kesehatan.

“Ada program perlindungan dan jaminan sosial, penerima bantuan iuran, program keluarga harapan, sembako, bantuan pangan non tunai, itu manifestasi dari surviving,” terangnya.

Lalu, kedua, ia menyebutkan core business kesejahteraan sosial berupa functioning. Rehabilitasi mengembalikan fungsi dan perannya. Lalu, terakhir empowering atau pemberdayaan. “Kalau sudah tiga-tiganya didapatkan masyarakat rentan, maka orang bisa dikategorikan sejahtera,” katanya.

Dana Kas Daerah Mengendap di Bank, Pemda Dinilai Kurang Efisien Kelola Likuiditas

Sementara itu, akademisi Universitas Brawijaya, Fadillah Putra yang hadir dalam kegiatan ini mengatakan Indeks Kesejahteraan Sosial seperti pedang bermata dua. Sisi positifnya bisa menjadi alat ukur. Tapi sisi lainnya, malah menjadi beban tambahan pekerjaan baru.

“Yang tidak enak, mereka lebih sibuk, menguras energi untuk memenuhi kebutuhan data daripada kesejahteraan,” katanya.

Ia menekankan spirit yang diperlukan seharusnya bagaimana membangun ekonomi masyarakat dan mengeksekusi semua program kesejahteraan sosial. Sehingga, indeksasi jangan jadi pekerjaan baru.

“Ini coba kita formulasikan. Kita berusaha sekeras mungkin agar data sekunder indeksasi yang sudah ada bisa secara maksimal kita gunakan, kita tarik data itu untuk direpresentasikan,” katanya.

Ia menganalogikan kesejahteraan sosial dengan salad dan dressing. Masyarakat dianalogikan sebagai salad dan dressing sebagai anggaran pembangunan. “Kita harus pastikan semua saosnya bisa menetes sampai ke salad paling bawah. Sejahtera itu ketika dressing pembangunan bisa menetes ke salad terbawah,” katanya.

Ia ingin ada perubahan perilaku dari pemerintah daerah. Misalnya, saat ada investor datang ke daerah, harus ada jaminan investasi bisa memberikan dampak langsung terhadap kemiskinan. “Dalam inklusif growth, pemerintah harus memacu pertumbuhan ekonomi dan investasi yang terkait langsung dengan persoalan pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan,” katanya.

Dalam kesempatan ini, Direktur Rehabilitasi Anak Kemensos, Agung Suhartoyo mengatakan Indeks Kesejahteraan Sosial sudah semestnya dijadikan sebagai alat membuat kebijakan. Sehingga, kebijakan diambil berdasarkan data dan dimensi kebutuhan dasar.

“Indeks Kesejahteraan Sosial dapat membantu untuk memetakan wilayah akibat kemiskinan, keterpencilan, disabilitas, dan bencana,” urainya.

Lantaran itu, dia menyambut baik upaya menjadikan Indeks Kesejahteraan Sosial sebagai transformasi perlindungan dan jaminan sosial yang inklusif. “Kami berharap tidak hanya berhenti sebagai indeks, tapi untuk memastikan tidak ada warga negara yang tertinggal dalam arus pembangunan,” ucapnya.

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Agus Zainal Arifin mengatakan DTSEN dan Sekolah Rakyat merupakan salah satu success story sinergi lintas kementerian dan lembaga. DTSEN tidak hanya digunakan untuk penyaluran bantuan sosial tapi juga data bagi masing-masing kementerian, termasuk Indeks Kesejahteraan Sosial.

“Sekolah Rakyat yang kita kerjakan berada di hulu. Cara mengentaskan kemiskinan dengan pendidikan,” katanya.

Ia menambahkan persoalan kemiskinan bersifat komprehensif. Sehingga, penanganannya tidak hanya diberi sekolah gratis tapi juga program-program pemberdayaan dari berbagai kementerian. “Masalah bisa terselesaikan dengan kerja sama yang baik,” tuturnya.

×