Pemerintah

Dana Ketahanan Pangan Desa Binong Diduga Diselewengkan, Sekdes Akui Tanda Tangannya Dipalsukan, FWS: Kawal Sampai Tuntas

IMG 20251021 WA0009

LEBAK – Dugaan penyimpangan dana Ketahanan Pangan (Ketapang) di Desa Binong, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Banten, menyeret nama mantan Kaur Keuangan berinisial AR.

Meski telah mengundurkan diri dari jabatannya, AR diduga masih sempat mencairkan dana Ketapang senilai Rp20 juta.

Uang yang seharusnya digunakan untuk program ketahanan pangan itu justru dialihkan untuk membayar insentif perangkat desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Kepala Desa Binong, Saepudin, tak menampik peristiwa tersebut. Ia membenarkan bahwa pencairan dana dilakukan oleh AR dan digunakan untuk membayar insentif aparat desa.

Gubernur Mirza Resmikan Lampung Refinery, Tonggak Transformasi Ekonomi Lampung

“Saya minta maaf atas kejadian ini. Mungkin tindakan mantan staf kami menjadi sorotan ormas dan media. Ke depan, saya akan lebih berhati-hati,” kata Saepudin saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (20/10/2025).

Namun, penjelasan itu tak meredam kritik publik. Ketua Ormas Gerakan Masyarakat Peduli Rakyat (Gempar), H. Suryadi, menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran serius.

Ia menegaskan bahwa dana Ketapang bersumber dari pemerintah pusat dan memiliki aturan penggunaan yang ketat.

IMO Lampung Dorong Sinergi BUMD Pertanian Pesawaran untuk Ketahanan Pangan

“Dana Ketapang tak boleh dicampur dengan Alokasi Dana Desa (ADD). Anehnya, insentif sudah diterima sebelum pekerjaan dilakukan, bahkan hingga bulan Desember,” ujarnya dengan nada geram.

Masalah kian pelik ketika muncul dugaan pemalsuan tanda tangan Sekretaris Desa dalam proses pencairan dana tersebut.

Sekretaris Desa Binong, Dedi Wahyudin, mengaku tidak pernah menandatangani dokumen pencairan. Ia baru mengetahui setelah salah satu perangkat desa mengaku telah “menirukan” tanda tangannya.

“Saya tidak pernah tanda tangan. Biasanya setiap pencairan gaji saya pasti tanda tangan, tapi kali ini tidak. Setelah uang cair, OP (perangkat desa) bilang tanda tangan saya ditirukan,” jelas Dedi, yang akrab disapa Carik Musa.

Isu ini semakin mencuat setelah para jurnalis mulai menelusuri dugaan penyimpangan dana tersebut. Namun, alih-alih mendapat klarifikasi terbuka, justru muncul dugaan intimidasi terhadap wartawan yang tengah melaksanakan tugas jurnalistik.

Perkebunan Jadi Tulang Punggung Ekonomi Lampung, Pemerintah Fokus Perkuat Hilirisasi

Ketua Bidang Verifikasi dan Kesengketaan Forum Wartawan Solid (FWS), Imam Apriyana, mengecam sikap AR yang dianggap arogan dan mencoba menekan kerja wartawan dengan cara membuat klarifikasi sepihak di media lain serta berlindung di bawah pengacara.

“Kalau merasa pemberitaan tidak sesuai, gunakan hak jawab. Bukan malah berlindung di balik pengacara dan menuduh wartawan menyebarkan informasi salah. Itu bentuk pembungkaman,” tegas Imam.

Menurut Imam, tindakan AR bukan hanya mencoreng nama baik Desa Binong, tapi juga berpotensi mengancam kebebasan pers. Ia menegaskan, wartawan bekerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya.

“Jika langkah intimidatif terus dilakukan, kami tidak akan tinggal diam. FWS akan mengambil sikap tegas,” ujarnya.

Imam menyebut, FWS telah mendapatkan izin dari Ketua Umum untuk melakukan penelusuran langsung terkait dugaan penyimpangan di Desa Binong. Langkah serupa juga ditempuh Ormas Gempar yang lebih dulu menginvestigasi penggunaan dana Ketapang di desa tersebut.

“Media tidak boleh disalahkan karena berita muncul dari sumber yang jelas. Justru yang perlu diperiksa adalah penggunaan anggarannya,” katanya.

Lebih lanjut, Imam akan mendesak Inspektorat Kabupaten Lebak untuk melakukan audit transparan terhadap seluruh penggunaan dana desa di Binong.

“Kami kawal sampai tuntas. Bila ada yang mencoba menghalangi, kami siap menempuh jalur hukum. Tidak ada yang kebal hukum, termasuk aparat bila terbukti melindungi pihak yang salah,” tegasnya.

Imam juga mengingatkan agar AR yang kini dikabarkan diterima sebagai pegawai PPPK, menjaga sikap profesional dan etika sebagai aparatur pemerintah.

“Jangan arogan hanya karena punya posisi atau uang. Aparatur negara harus menjaga marwah institusi dan menghormati kerja wartawan. Jika ada upaya intimidasi, kami akan laporkan dan tindak lanjut secara hukum,” pungkasnya.

Hingga berita ini dimuat, belum ada keterangan resmi dari mantan Kaur Keuangan Desa Binong inisial AR, wartawan terus berupaya konfirmasi kepada pihak terkait.

Catatan Akhir

Kasus dugaan penyimpangan dana Ketahanan Pangan di Desa Binong kini menjadi sorotan publik. Bukan hanya karena persoalan keuangan, tetapi juga karena munculnya indikasi pelanggaran hukum dan upaya membungkam kebebasan pers.

FWS dan Ormas Gempar menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga terang benderang agar uang rakyat tak lagi mudah diselewengkan di tingkat desa.***

Reporter: Odih

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×