LEBAK – Polemik dugaan alokasi dana pada pos sarana dan prasarana (sarpras) yang melebihi petunjuk teknis (juknis) dalam pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SDN 1 Ciminyak, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, terus menguat.
Setelah sebelumnya pihak sekolah hanya memberikan tanggapan singkat, kini sejumlah pihak mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana BOS di sekolah tersebut.
Berdasarkan data platform Jaga.id milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), alokasi dana BOS untuk pos pemeliharaan sarpras di SDN 1 Ciminyak tercatat mencapai 38 persen pada tahun 2024 dan 32,7 persen pada tahap pertama tahun 2025.
Padahal, Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022 secara tegas membatasi penggunaan dana BOS Reguler untuk kegiatan pemeliharaan sarpras maksimal 20 persen per tahun.
Temuan ini menimbulkan dugaan kuat adanya pembengkakan pada pengalokasian anggaran, yang berpotensi melanggar ketentuan penggunaan dana BOS.
Kepala SDN 1 Ciminyak, Empud, saat dikonfirmasi awak media, menyampaikan bahwa pihaknya masih akan menelaah kembali rincian laporan penggunaan dana BOS. Ia juga mengakui adanya pembengkakan dana di pos sarpras, namun berdalih hal itu terjadi karena adanya penggabungan beberapa jenis pengeluaran sekolah.
“Terima kasih atas perhatiannya, Pak. Izin sebelumnya, saya akan menelaah dulu kebenaran data yang disampaikan terkait laporan tahunan tahun 2024 dan 2025 sebagaimana dimaksud,” ujar Empud melalui pesan WhatsApp, Selasa (21/10/2025).
Menurut Empud, berdasarkan catatan internal sekolah, penggunaan dana untuk pemeliharaan pada tahun 2024 sebesar Rp36.053.750, sedangkan pada tahun 2025 meningkat menjadi Rp56.689.200.
Ia mengakui, angka tersebut tampak membengkak karena bercampur dengan belanja bahan pakai habis seperti alat tulis kantor (ATK), alat kebersihan, dan bahan cetak.
“Tahun 2024 untuk pemeliharaan sebesar Rp36.053.750, tahun 2025 meningkat menjadi Rp56.689.200. Jadi membengkak angkanya karena pos pemeliharaan bercampur dengan belanja bahan pakai habis seperti ATK, bahan cetak, dan lainnya,” katanya.
Namun hingga kini, pihak sekolah belum memberikan penjelasan detail terkait dasar pencatatan dan pemisahan anggaran antara pemeliharaan fisik dan belanja non-sarpras sebagaimana diwajibkan dalam juknis BOS. Kondisi ini memunculkan pertanyaan publik mengenai keakuratan pelaporan keuangan sekolah.
Aktivis pemerhati kebijakan publik, Oka, menilai pengakuan kepala sekolah justru memperkuat dugaan adanya ketidaktepatan dalam pengelolaan dana BOS. Menurutnya, alasan pencampuran pos anggaran tidak bisa dijadikan pembenaran atas pelampauan batas maksimal penggunaan dana sarpras.
“Kalau pos sarpras bercampur dengan ATK dan bahan cetak, itu jelas pelanggaran administratif. Dana BOS memiliki juknis yang tegas dan tidak bisa dicampur aduk antarpos,” tegas Oka, Sabtu (25/10/2025).
Oka mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak segera menurunkan tim audit tanpa harus menunggu tekanan publik.
“Dinas harus bergerak cepat. Jangan menunggu viral baru turun. Audit perlu dilakukan secara terbuka dan hasilnya dipublikasikan agar tidak ada kecurigaan publik,” ujarnya.
Ia juga mendorong Inspektorat Daerah dan komite sekolah untuk turut mengawal proses audit agar hasilnya objektif dan tidak sekadar formalitas.
“Kami akan terus mengawal isu ini. Kalau benar ada pencampuran anggaran, maka harus diluruskan. Sekolah adalah lembaga publik, tidak boleh sembunyi di balik alasan administratif,” tambahnya.
Oka menegaskan pentingnya transparansi dan pengawasan publik dalam penggunaan dana pendidikan yang bersumber dari APBN.
“Transparansi bukan hanya soal laporan, tapi juga keberanian membuka data. Masyarakat berhak tahu ke mana uang pendidikan itu digunakan,” kata Oka menutup keterangannya.
Hingga berita ini diterbitkan, Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak belum memberikan tanggapan resmi terkait temuan tersebut maupun desakan audit dari berbagai pihak.
Sementara itu, publik di Kecamatan Muncang dan sekitarnya kini menantikan langkah konkret pemerintah daerah dalam menindaklanjuti dugaan kelebihan alokasi dana BOS di SDN 1 Ciminyak.
“Kalau Dinas Pendidikan tidak segera bertindak, ini bisa menjadi preseden buruk bagi sekolah lain. Transparansi adalah ujian moral sekaligus tanggung jawab hukum,” pungkas Oka.
Reporter : Odih







Komentar