Bandar Lampung — Pemerintah Provinsi Lampung menghadapi sorotan tajam setelah realisasi dividen dari penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tercatat jauh di bawah target. Dari target penerimaan dividen sebesar Rp375 miliar, realisasi hanya mencapai Rp141,6 miliar atau 37,76%. Fakta ini memunculkan indikasi lemahnya perencanaan dan pengawasan keuangan daerah terhadap BUMD.
Berdasarkan data resmi, kontribusi dividen terbesar berasal dari PT Lampung Jasa Utama (Perseroda) sebesar Rp140,8 miliar, yang bersumber dari pengelolaan Participating Interest (PI) 10% pada sektor energi. Sementara BUMD lainnya seperti PT Kawasan Industri Lampung hanya menyumbang kurang dari Rp1 miliar secara akumulatif. Ketergantungan berlebihan pada satu BUMD ini menandakan lemahnya kontribusi perusahaan daerah lainnya.
“Penetapan target yang tidak realistis tanpa analisis kinerja riil telah menciptakan kesenjangan besar antara rencana dan realisasi pendapatan daerah. Ini bukan sekadar angka, tetapi menyangkut tata kelola keuangan daerah yang sehat,” tegas salah satu pejabat pengawas internal Pemprov Lampung.
Aliran PI 10% Tidak Transparan
Selain masalah target, pengawasan menemukan kejanggalan pada pengelolaan PI 10%. Target penerimaan dividen awalnya ditetapkan hingga tahun 2024, namun realisasi berhenti pada 2021 tanpa penjelasan terbuka mengenai aliran dana dan pertanggungjawaban keuangannya. Kondisi ini membuka celah penyimpangan dalam pengelolaan dana strategis daerah.
Selain itu, dana cadangan perusahaan sebesar Rp8 miliar yang berasal dari laba PT LJU juga tidak dijelaskan secara terbuka penggunaannya. Minimnya laporan publik memperkuat sinyal lemahnya transparansi di tubuh BUMD.
Lemahnya Pengawasan Pemerintah Daerah
Hasil telaah juga mengungkap bahwa Pemerintah Provinsi Lampung tidak melakukan evaluasi rutin menyeluruh terhadap kinerja BUMD, khususnya perusahaan yang tidak memberikan dividen. Laporan keuangan tahunan BUMD pun tidak dipublikasikan secara luas, sehingga menghambat partisipasi publik dalam mengawasi keuangan daerah.
“BUMD seharusnya menjadi motor PAD. Tapi jika tata kelolanya lemah, mereka justru berpotensi menjadi beban dan ruang abu-abu bagi praktik yang tidak sehat,” ujar salah satu pemerhati kebijakan publik Lampung.
Rekomendasi Pengawasan Diperkuat
Inspektorat dan BPKAD merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk memperbaiki kondisi ini, diantaranya:
-
Menetapkan target dividen berbasis proyeksi kinerja riil, bukan asumsi politik;
-
Melakukan audit forensik terhadap pengelolaan PI 10% dan dana cadangan;
-
Mengevaluasi kinerja BUMD yang tidak produktif;
-
Meningkatkan transparansi laporan keuangan BUMD;
-
Memperkuat peran DPRD dan masyarakat dalam fungsi pengawasan.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan BUMD benar-benar menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan sekadar “pajangan neraca”.
Kondisi ini menjadi peringatan serius bagi Pemprov Lampung untuk memperbaiki tata kelola BUMD secara menyeluruh. Pengawasan keuangan daerah yang kuat, transparan, dan berbasis kinerja akan menjadi kunci untuk mencegah kebocoran dan meningkatkan pendapatan daerah.
Komentar