Kayu Agung, Sambutan yang kurang berkenan dilakukan oleh perangkat desa Rantau Karya Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Hal itu, dialami oleh Tim Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah Indonesia (LPKPI), saat kunjungan ke kantor desa Rantau Karya untuk melakukan klarifikasi terkait realisasi Dana Desa, Senin (16/06/2025).
Awalnya, tim LPKPI menanyakan keberadaan kepala desa kepada sekretaris desa dan beliau mengatakan bahwa kepala desa, ada. Namun, selang beberapa menit datang kasi pemerintahan Rohmad mengatakan bahwa kepala desa sedang berada di Palembang.
Ungkapan Rohmad ini tentu menimbulkan kecurigaan tim, seolah ada yang ditutupi terkait keberadaan kepala desa. Padahal, tujuan tim ingin bertemu kepala desa, tidak lain untuk meminta klarifikasi terkait realisasi dana desa.
Tidak hanya sampai disitu, tindakan yang dilakukan Rohmad seolah merendahkan dan melecehkan profesi lembaga kontrol sosial, dengan menyodorkan amplop. Hal itu dilakukan Rohmad diduga agar tim LPKPI cepat pergi.
Tindakan Rohmad ini tentu saja membuat ketersinggungan dan pelecehan terhadap profesi LSM. Dengan kejadian itu, ketua tim investigasi LPKPI, Musfiran menolak tegas pemberian itu dan mempersoalkan dari mana asal amplop tersebut.
Suasana sempat tegang, saat Musfiran mendesak Rohmad untuk memberitahu siapa yang mencoba menyuapnya.
Setelah didesak, ahirnya Rohmad pun memberitahu bahwa amplop tersebut berasal dari bendahara desa, Wagiman. Saat ditanya, Wagiman mengakuinya. Wagiman mengatakan bahwa hal itu sudah biasa dia lakukan untuk setiap tamu yang datang.
“Hal ini sudah biasa kami lakukan pak, untuk setiap tamu yang datang. Uang itu atas kesepakatan dan sebagai bentuk pengertian kami kepada tamu,” ujar Wagiman.
Dan dengan spontan Wagiman juga mengatakan, kalau dikantor desa sering didatangi LSM yang meminta uang untuk transport. Karena kebiasaan itulah, tanpa basa-basi, setiap LSM yang datang Wagiman langsung menyodorkan amplop.
Dengan kejadian itu, tim berusaha mencari tahu siapa-siapa tamu yang sering datang dan diberi uang. Dari catatan buku tamu desa terdapat nama yang diakui Wagiman sebagai pendamping desa. Dan Wagiman mengatakan, bahwa pendamping tersebut juga sering diberi uang.
“Ya, itu pendamping desa pak, ujar Wagiman sambil menunjuk salah satu nama tamu yang ada dibuku tamu. Kami juga bantu untuk transport karena rumahnya jauh, di Banyuasin (red-kabupaten lain),” jawab Wagiman dengan nada gugup .
Saat ditanya nominal yang diberikan, Wagiman menjawab cuma Rp.50.000.
Diakui Wagiman, nominal uang untuk diberikan kepada tamu-tamu, bervariasi. Mulai dari Rp.50.000 hingga Rp.150.000. Dan uang itu merupakan uang pribadinya.
Namun setelah didesak, Wagiman mengaku bahwa uang tersebut uang patungan dari seluruh perangkat. Yang memang dipersiapkan untuk tamu-tamu yang datang.
Sungguh ini merupakan hal sangat tidak terpuji, disamping itu tindakan Wagiman sangat melecehkan lembaga kontrol sosial. Apalagi pemberian uang transportasi untuk seorang pendamping desa yang memang tugasnya melakukan pendampingan, hal ini tentu sebuah pelanggaran.
Namun, Wagiman sempat membantah bahwa, kalau pendamping, urusannya langsung ke kepala desa. Ucapan Wagiman ini tentu mengundang kecurigaan kalau dana desa menjadi ladang bagi-bagi rejeki.
Apa yang dilakukan perangkat desa Rantau Karya ini merupakan suatu pelanggaran. Dan, kami selaku lembaga kontrol sosial meminta kepada pihak terkait untuk lebih ketat melakukan pengawasan terkait ulah tidak terpuji yang dilakukan oleh perangkat desa ini.
Peristiwa ini, menjadi kecurigaan tim LPKPI. Tindakan perangkat desa Rantau Karya ini merupakan trik untuk agar kepala desa tidak bisa ditemui olah media ataupun LSM.(Red)