Latar Belakang
Pengelolaan utang negara merupakan aspek fundamental dalam kebijakan fiskal yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan negara di berbagai sektor pembangunan. Utang menjadi alat strategis ketika penerimaan negara tidak mencukupi untuk menjalankan program-program pembangunan maupun memenuhi kebutuhan defisit anggaran. Namun, utang yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan risiko fiskal yang berimbas pada stabilitas ekonomi makro dan keberlanjutan fiskal negara.
Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena peningkatan utang negara di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia telah menimbulkan perhatian luas, baik dari kalangan pemerintahan, legislatif, lembaga pengawas keuangan, maupun masyarakat luas. Hal ini mendorong pentingnya penguatan tata kelola dan peningkatan akuntabilitas dalam pengelolaan kewajiban tersebut agar utang digunakan untuk investasi produktif dan tidak membebani anggaran negara di masa depan.
Politik utang tidak hanya berkaitan dengan aspek teknis keuangan, tetapi juga dinamika politik yang mempengaruhi pengambilan keputusan utang, terutama terkait tujuan, mekanisme, dan dampaknya bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, analisis yang komprehensif terhadap tata kelola dan akuntabilitas pengelolaan utang menjadi hal yang sangat penting untuk mendukung kebijakan utang yang sehat dan berkelanjutan.
Masalah
Dalam pengelolaan kewajiban utang negara, terdapat beberapa permasalahan utama yang mengemuka, di antaranya:
- Ketidakjelasan Tata Kelola Utang. Dalam beberapa kasus, kurangnya regulasi yang kuat dan implementasi tata kelola yang konsisten menyebabkan potensi kebocoran atau mismanagement dalam penggunaan dana utang.
- Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas. Minimnya pelaporan yang transparan dan partisipasi publik dalam pengawasan utang dapat menimbulkan persepsi negatif serta merusak kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan negara.
- Pengaruh Politik Jangka Pendek. Politik utang sering dipengaruhi kepentingan agenda politik jangka pendek yang mengabaikan dampak fiskal jangka panjang. Hal ini beresiko meningkatkan tekanan utang tanpa disertai perencanaan yang matang.
- Risiko Ketergantungan Utang. Ketergantungan berlebihan pada pembiayaan utang dapat menimbulkan risiko bagi stabilitas ekonomi, khususnya jika digunakan untuk pembiayaan konsumsi dibandingkan investasi yang produktif.
Pembahasan
Konsep Tata Kelola dan Akuntabilitas Utang
Tata Kelola Utang merujuk pada kerangka kerja kelembagaan dan operasional untuk mengelola utang negara, termasuk strategi pinjaman, proses penarikan dana, manajemen risiko, dan pelaporan.
A. Tata kelola yang baik bertujuan meminimalkan biaya utang dan menjaga risiko pada tingkat yang dapat ditoleransi.
Sementara itu, Akuntabilitas Utang memiliki dimensi yang lebih politis. Ini adalah kewajiban pemerintah untuk menjelaskan dan bertanggung jawab kepada rakyat (melalui perwakilan mereka di DPR dan lembaga lainnya) mengenai semua aspek utang. Akuntabilitas tidak hanya mencakup pelaporan teknis utang, tetapi juga penjelasan mengapa utang diambil, bagaimana dana tersebut dibelanjakan, dan apa dampak riilnya terhadap perekonomian dan masyarakat. Akuntabilitas yang lemah dapat mengarah pada keputusan pinjaman yang didorong oleh kepentingan politik jangka pendek, bukan kebutuhan pembangunan jangka panjang.
B. Mekanisme Kelembagaan Pengelolaan Utang Negara (Tinjauan Tata Kelola)
Manajemen utang negara di Indonesia melibatkan berbagai aktor utama. Dalam aspek eksekutif, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), adalah pelaksana teknis utama. Namun, prosesnya secara keseluruhan melibatkan legislatif dan badan pengawas.
Pengelolaan utang berjalan melalui serangkaian tahapan: (1) Perencanaan (dibahas dalam RUU APBN), (2) Persetujuan (oleh DPR), (3) Pelaksanaan (penarikan pinjaman oleh Kemenkeu), dan (4) Pengawasan & Pelaporan.
Proses ini dapat digambarkan melalui bagan berikut, yang menunjukkan kompleksitas kelembagaan dalam menjamin tata kelola utang yang baik:

Bagan tersebut menegaskan bahwa utang bukan sekadar keputusan teknokratis Kemenkeu, melainkan produk dari proses politik yang melibatkan persetujuan di DPR. Pengawasan dilakukan oleh DPR (melalui fungsi anggaran dan pengawasan) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Keberhasilan tata kelola utang sangat bergantung pada bagaimana mekanisme check and balance ini berjalan. Jika DPR lemah dalam pengawasan atau audit BPK tidak ditindaklanjuti, risiko fiskal dan politik akan meningkat.
C. Analisis Kinerja Utang dan Isu Keberlanjutan
Aspek kuantitatif merupakan dasar penting dalam analisis utang. Indikator utama yang sering menjadi sorotan politik adalah Rasio Utang Pemerintah terhadap PDB. Walaupun rasio ini di Indonesia masih berada di bawah batas aman internasional (biasanya 60%) dan batas UU (60%), tren peningkatan sejak 2012 mengundang kekhawatiran. Data dari berbagai sumber Kementerian Keuangan dan Badan Pusat.

Grafik ini memperkuat argumen bahwa meski utang masih “aman” secara statistik, kecepatan kenaikannya menuntut akuntabilitas yang lebih tinggi dalam penggunaannya. Setiap triliun rupiah utang baru harus dibuktikan secara politik telah memberikan pengembalian sosial dan ekonomi yang optimal, alih-alih hanya menumpuk beban bunga.
D. Tantangan Akuntabilitas Politik dalam Pengawasan Utang
Tantangan utama dalam akuntabilitas utang negara sering kali bersifat politik:
1. Pengawasan Legislatif yang Lemah, meskipun DPR memiliki fungsi pengawasan, efektivitasnya sering dipertanyakan. Persetujuan atas RUU APBN, yang di dalamnya terdapat rencana pembiayaan utang, terkadang lebih bersifat prosedural daripada substantif. Laporan audit BPK mengenai efektivitas penggunaan dana pinjaman (yang seharusnya menjadi dasar akuntabilitas) seringkali kurang mendapatkan tindak lanjut politik yang memadai.
2. Transparansi Tujuan Utang, utang seringkali diambil untuk membiayai belanja umum dan bukan untuk proyek spesifik yang terikat (general financing). Hal ini menyulitkan publik dan DPR untuk melacak dan memastikan bahwa dana utang benar-benar berkontribusi pada peningkatan PDB atau kesejahteraan rakyat, dan bukan hanya digunakan untuk menutup lubang operasional pemerintahan.
3. Keadilan Antargenerasi, isu utang memunculkan pertanyaan moral dan politik tentang keadilan antargenerasi. Keputusan pinjaman hari ini yang membiayai konsumsi atau proyek jangka pendek mengharuskan generasi mendatang untuk menanggung beban pembayaran pokok dan bunga. Kegagalan akuntabilitas dalam memastikan utang digunakan untuk investasi yang produktif (seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur yang berorientasi pertumbuhan) merupakan kegagalan politik untuk menjamin keadilan bagi warga negara di masa depan.
Oleh karena itu, Politik Utang adalah pertarungan antara kebutuhan fiskal jangka pendek dan tanggung jawab politik jangka panjang. Akuntabilitas harus ditingkatkan, tidak hanya dalam pelaporan teknis, tetapi dalam debat publik yang substansial mengenai prioritas dan pengorbanan yang menyertai setiap rupiah utang.
Kesimpulan
Pengelolaan utang negara di Indonesia telah menunjukkan kemajuan dari sisi tata kelola teknis, terutama dalam menjaga rasio utang di bawah batas aman dan meminimalkan risiko nilai tukar dengan mendominasi utang berdenominasi Rupiah. Namun, dari perspektif Ilmu Politik dan Sosial, efektivitas akuntabilitas politik masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.
Untuk menjamin keberlanjutan dan keadilan, akuntabilitas utang harus diperkuat melalui, Peningkatan peran substantif DPR dalam menyetujui dan mengawasi utang, kemudian penggunaan utang yang lebih terfokus pada investasi produktif yang menghasilkan return ekonomi yang lebih besar daripada biaya utang itu sendiri dan peningkatan partisipasi publik dalam memonitor hasil proyek yang didanai utang. Kegagalan dalam memperkuat tata kelola dan akuntabilitas utang adalah kegagalan politik yang pada akhirnya dapat mengancam stabilitas fiskal dan keadilan sosial di masa depan.
Identitas Penulis
Monica Anggraini, Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1974 Banyuwangi, Jurusan Administrasi Publik






