Lampung – 16 September 2025, Kebijakan Pemerintah Daerah yang memilih memperkuat kapasitas fiskal tanpa menempuh jalur utang menuai apresiasi publik. Namun, di balik dukungan itu, masyarakat juga menaruh perhatian pada potensi penyimpangan dalam pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Desa yang selama ini rawan disalahgunakan.
Sejumlah warga menilai optimalisasi PAD lewat pajak dan retribusi daerah masih diwarnai persoalan transparansi. Rahmat (40), seorang aktivis desa, menilai pungutan pajak yang tidak sepenuhnya tercatat bisa menjadi sumber kebocoran.
“PAD bisa naik kalau benar-benar masuk kas daerah. Tapi faktanya, ada kebocoran di lapangan, misalnya parkir atau retribusi pasar yang tidak jelas setoran resminya,” ungkapnya.
Selain PAD, Dana Desa yang seharusnya disinergikan untuk mendukung pembangunan daerah juga disoroti. Lina (33), warga Way Khilau, menyebut masih ada praktik mark-up dalam pembangunan infrastruktur desa.
“Banyak proyek desa yang kualitasnya buruk karena ada permainan anggaran. Kalau pemerintah mau mengandalkan Dana Desa untuk memperkuat kapasitas fiskal, harus diawasi ketat,” katanya.
Hasil penelusuran tim investigasi media ini menemukan bahwa sejumlah aset daerah juga masih mangkrak dan belum dikelola secara produktif. Padahal, aset-aset tersebut berpotensi memberikan kontribusi signifikan jika dikerjasamakan dengan pihak swasta secara transparan.
Pengamat kebijakan publik menilai strategi tanpa utang memang patut diapresiasi, namun kuncinya ada pada akuntabilitas dan tata kelola keuangan yang bersih.
“Kalau sekadar mengandalkan PAD, Dana Desa, atau BUMD, tapi tanpa pengawasan ketat, maka risiko penyimpangan tetap tinggi. Justru utang bisa dihindari, tetapi masalah kebocoran akan tetap menghantui,” jelas seorang akademisi dari Universitas Lampung.
Masyarakat mendesak agar pemerintah daerah melibatkan publik lebih luas dalam pengawasan, baik melalui forum musyawarah desa, transparansi APBD online, maupun peran aktif lembaga sosial kontrol.
Langkah ini dinilai penting agar kebijakan “tanpa utang” benar-benar bermakna: bukan hanya bebas dari pinjaman, tetapi juga bebas dari praktik korupsi dan penyalahgunaan anggaran.